Warisan bagi Anak Cucu

Banyak orang yang tidak mengenal realitas bahwa hidup kita di bumi ini sangat singkat. Firman Tuhan dalam Mazmur 103:15-16 mengatakan, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.” Ironis, banyak orang tidak berpikir secara realistis. Kita tidak bisa membangun Firdaus di bumi yang tidak menjanjikan ini. Bukan berarti kita jadi berpikir pesimis dan fatalistik, tetapi ini adalah panggilan untuk kita berpikir realistis. Kita hidup di dunia yang benar-benar tidak menjanjikan. Seharusnya setiap orangtua mempersiapkan anaknya untuk mengikut jejak Tuhan sejak di bumi ini. Sebagai orangtua, kita tidak boleh membiarkan anak-anak terbawa oleh arus dunia yang membinasakan mereka. Untuk ini orangtua harus bekerja keras untuk menghindarkan anak-anak dari pengaruh dunia.

Oleh sebab itu orangtua harus menunjukkan wajah Kristus dalam hidupnya sehari-hari. Ini mungkin merupakan hal yang berat, tetapi ini adalah hal yang terpenting dan mutlak harus dilakukan. Oleh karenanya, kita mohon Tuhan mencelikkan batin kita agar kita mengerti kehendak Allah. Sebab, inilah warisan yang tidak bisa digantikan dengan apa pun. Kehidupan orangtua yang selalu bersentuhan dengan Anak merupakan proses impartasi atau penularan yang akhirnya menjadi warisan permanen bagi anak. Kalau orangtua memiliki wajah batiniah seperti Yesus, maka wajah itulah yang pasti terwariskan kepada anak-anak.

Lebih dari sekadar terpelihara di bumi, yang utama adalah anak-anak kita ada dalam persekutuan dengan Allah dan dipersiapkan untuk masuk langit baru bumi baru. Ini adalah landasan pemikiran yang benar. Kalau hanya mau memiliki rumah tangga yang baik, yang bahagia, yang harmoni, banyak motivator mengajarkan hal ini. Namun untuk mempersiapkan keluarga masuk dalam keabadian, hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengerti kebenaran. Di antara kita, mungkin sudah sering melihat realitas yang pedih dalam kehidupan ini. Sejatinya hal tersebut dapat memotivasi kita untuk benar-benar hidup sesuai dengan kehendak Allah. Bagaimana pedihnya ditinggal meninggal oleh orangtua atau anak; sebuah kepedihan perpisahan yang tidak terbayangkan, dan berbagai kepedihan lain yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. 

Untuk itu, hanya ada satu vaksin dalam menghadapi tragisnya hidup ini, yaitu pengharapan di langit baru bumi baru. Semua kita mengerti dan menghayati bagaimana kita ingin anak-anak kita sukses—sukses karier, sukses studi, sukses berumah tangga. Hal ini tentu tidak salah. Tuhan bukan tidak suka kita sukses dalam hal-hal tersebut, karena sukses itu juga untuk kemuliaan bagi Tuhan. Tetapi apalah artinya segala sukses dan keberhasilan kalau pada akhirnya kita tidak bersama-sama di surga? Hal ini harus menjadi pemikiran yang serius, dan kita tidak boleh menganggap remeh. Tidak hal yang lebih serius dalam kehidupan ini selain kekekalan. 

Oleh sebab itu sudah sepantasnya yang kita wariskan bagi anak cucu kita adalah jejak Tuhan di dalam hidup kita, supaya kita bisa pulang bersama. Meskipun dapat dipandang sebelah mata sebagai tidak realistis, namun sesungguhnya ini adalah pemikiran yang realistis. Jangan berpikir kalau orangtua bisa memberikan fasilitas yang berlimpah, anak lebih terjamin hidupnya. Justru semakin berlimpah harta yang orangtua berikan, tidak sedikit anak yang tidak memiliki daya juang hidup yang tinggi atau menjadi manja. Kalau orangtua dengan mudah mewariskan kekayaan kepada anak-anak, konsekuensinya adalah mereka merasa tidak bermasalah soal ekonomi, merasa begitu gampang mendapatkan uang, mereka akan menjadi anak-anak yang kurang realistis dalam berpikir. Bukan tidak boleh orangtua memberikan harta berlimpah kepada anak, tapi masalahnya adalah apakah anak melihat jejak Tuhan dalam hidup orangtua dalam menggunakan harta tersebut? Selanjutnya, apakah anak-anak kita terlatih dan dapat dipercaya untuk menggunakan harta yang Tuhan percayakan tersebut dengan bijaksana? Jika tidak, maka itu bisa dipastikan anak berpotensi sesat dan terhilang dengan uang dan harta melimpah yang kita berikan. 

Dengan harta yang berlimpah, anak-anak cenderung menggampangkan segala sesuatu dan menjadi kurang bertanggung jawab. Hal ini logis, sebab anak-anak yang memiliki warisan harta yang berlimpah merasa memiliki perlindungan dari kekayaan tersebut. Hal yang paling berbahaya adalah ketika dengan harta, seseorang bisa mudah menyelesaikan masalah sehingga terbangun prinsip yang kuat “pokoknya dengan uang, semua bisa selesai.” Ini merupakan bahaya laten atau terselubung di masa mendatang bagi diri anak tersebut dan nasib kekalnya. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk mendidik anak-anak adalah dengan memperlihatkan model orangtua yang bergaul dengan Tuhan sehingga mereka menemukan jejak Tuhan dalam hidup orangtua. Inilah warisan terbaik yang bisa orangtua berikan bagi anak.