Mengapa orang tidak memiliki perasaan gentar dan takut yang proporsional terhadap realitas atau kenyataan atau fakta terpisah dari Allah itu? Biasanya ketika masih hidup di bumi, ketika jantungnya masih berdetak, ketika nadinya masih berdenyut, ketika masih memiliki nafas, dia tidak menghayati betapa menyakitkan, betapa kosongnya seseorang yang tidak memiliki persekutuan dengan Allah. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena ruang hatinya telah terbiasa diisi oleh berbagai kesenangan dunia. Selera jiwanya telah dirusak oleh pengaruh dunia, sehingga kehausan jiwanya tidak ditujukan kepada Allah tapi ditujukan kepada perkara-perkara dunia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan berbagai kesenangan, serta kehormatan manusia. Jiwa manusia dalam keadaan seperti ini adalah keadaan jiwa yang rusak atau sakit. Kesembuhannya memerlukan waktu yang tidak singkat.
Kalau kesenangan hidup manusia ditopang atau ditujukan kepada perkara-perkara dunia ini, mereka tidak dapat merasakan kehausan akan Allah. Mereka tidak menyadari adanya rongga kosong dalam jiwanya yang hanya dapat diisi dan dipuaskan oleh Allah. Dengan keadaan ini, mereka tidak mengerti apa artinya kekosongan jiwa tanpa Allah atau tidak dapat mengerti penderitaan jiwa yang terpisah dari hadirat Allah. Orang-orang seperti ini tidak mengerti betapa mengerikan keadaan terpisah dari hadirat Allah itu. Mereka adalah orang-orang yang lebih takut menjadi miskin daripada terpisah dari hadirat Allah. Bagi mereka, mencari Allah bukan sesuatu yang perlu diutamakan, sebab mereka merasa banyak hal yang lebih penting dan mendesak dibanding kebutuhan akan Allah. Biasanya orang-orang seperti ini menunda pertobatannya. Mereka menunda untuk hidup suci dan dalam pengabdian kepada Allah. Mereka memang tidak berpikir dan merencakan akan mengkhianati Allah, tetapi dengan penundaan tersebut, mereka sebenarnya menolak untuk bertobat secara benar. Akhirnya, mereka akan berkhianat terhadap Allah. Harus diingat bahwa pertobatan bukan seperti sebuah titik, melainkan sebuah garis panjang. Pertobatan harus dilakukan sedini mungkin dan harus berlangsung terus-menerus seiring dengan pembaharuan pikiran.
Terkait dengan hal di atas, firman Tuhan mengatakan, “Berbahagialah orang yang harus dan lapar akan kebenaran karena mereka akan dipuaskan” (Mat. 5:6). Orang yang haus dan lapar akan kebenaran adalah orang yang benar-benar sangat membutuhkan Allah. Membutuhkan Allah bukan karena persoalan pemenuhan kebutuhan jasmani atau sedang dalam masalah tertentu, sehingga membutuhkan pertolongan Allah. Tetapi karena memang Allahlah yang menjadi kebutuhan satu-satunya. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan: “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batu dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (Mzm. 73:25-26). Di bagian lain, ia juga berkata, “Seperti rusa merindukan sungai yang berair demikianlah jiwaku merindukan Allah.” Fakta yang tidak dapat dipungkiri, sangat sedikit orang yang benar-benar memiliki kehausan akan Allah. Sebab, hampir semua manusia telah tersesat dalam percintaan dunia. Mereka telah terbelenggu oleh kuasa gelap.
Orang yang kehausan jiwanya kepada perkara-perkara dunia ini adalah orang-orang yang telah terjerat oleh percintaan dunia. Mereka adalah orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai menyembah Iblis. Tentu saja mereka tidak akan pernah bisa menjadi orang percaya yang benar. Mereka adalah orang-orang yang telah sesat; artinya sesat di dalam batin atau jiwanya, sehingga mereka tidak merasa membutuhkan Allah secara benar. Kelihatannya mereka beragama dengan baik dan membutuhkan Allah, tetapi sebenarnya Allah tidak mereka jadikan sebagai kebutuhan utama. Allah hanya menjadi sarana untuk memperoleh atau meraih apa yang mereka inginkan. Ini adalah sikap yang sebenarnya tidak menghormati Allah secara patut.
Orang sesat bukan hanya mereka yang salah mengerti kebenaran, tetapi juga mereka yang terikat dengan percintaan dunia sehingga tidak merasa haus dan lapar akan Allah. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang tergiring ke dalam kegelapan abadi. Sejatinya, banyak manusia berkeadaan seperti ini. Bukan hanya mereka yang ada di luar lingkungan gereja, tetapi juga banyak orang Kristen, bahkan aktivis gereja dan rohaniwan yang terjebak dalam kesesatan ini. Celakanya, banyak orang Kristen yang tidak menyadari keadaan mereka yang sangat mengerikan atau membahayakan ini.
Orang-orang yang sesat di dalam pikiran ini bukan berarti berhenti beragama lalu menjadi orang-orang ateis. Banyak orang beragama yang masih menjalankan hidup keberagamaannya, bahkan menjadi teolog atau pendeta, namun sementara itu juga masih hidup dalam percintaan dunia. Mereka beragama, sementara orientasi berpikir mereka masih pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Tentu saja Allah dipakai hanya untuk pemenuhan kebutuhan jasmani dan ambisi manusia. Tidak sedikit di antara mereka yang berpikir bahwa memang Allah fungsinya demikian. Mereka tidak berdevosi atau berbakti kepada Allah, tetapi Allah yang diharapkan berbakti kepada mereka. Secara tidak disadari, banyak khotbah yang bernuansa demikian. Hal ini sungguh-sungguh menyesatkan umat Allah.