Tuhan mengajarkan sesuatu yang sekilas terlihat sederhana, tetapi ternyata tidak sederhana. Hal tersebut adalah penyerahan diri kepada Allah. Penyerahan diri kepada Allah selama ini dikesankan sesuatu yang sangat sederhana di banyak agama dan mimbar gereja. Pertama, di komunitas orang Kristen tertentu, yang disebut berserah atau menyerahkan diri adalah ketika seseorang meninggalkan pekerjaan sekuler, pendidikan umum, atau kegiatan-kegiatan di luar gereja lalu menjadi seorang full-timer gereja, menjadi pendeta, masuk sekolah Alkitab atau sekolah tinggi teologi. Ketika seseorang mengambil langkah-langkah tersebut ia disebut menyerahkan diri kepada Tuhan. Penyerahan diri ini dipandang istimewa dan berkualitas tinggi karena berpindah dari yang dipandang duniawi menjadi rohani. Padahal seringkali hal tersebut hanya sebuah kamuflase untuk dapat menghindarkan diri dari beratnya hidup dalam marketplace, dan demi memperoleh kemudahan memenuhi kebutuhan jasmani serta kehormatan sebagai “hamba Tuhan.”
Di komunitas lain, kedua, penyerahan diri kepada Allah biasanya berbicara mengenai kepasrahan ketika menghadapi masalah berat dan rumit yang tidak mampu ditanggulangi. Masalah tersebut dapat berupa pemenuhan kebutuhan jasmani atau penyelesaian beban hidup. Mereka memandang bahwa hanya Allah yang dapat menolong mereka keluar dari masalah tersebut. Tanpa tangan Allah yang kuat, permasalahan mereka tidak dapat usai sesuai yang diharapkan. Oleh karenanya orang dalam komunitas ini mengharapkan pertolongan Tuhan untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai gantinya, mereka memberikan “penyerahan” dirinya kepada Tuhan. Sebenarnya ini adalah usaha untuk memperdaya atau memanfaatkan Tuhan tanpqa mengerti bagaimana seharusnya hidup dalam pengabdian kepada Tuhan.
Sementara yang ketiga, bicara mengenai penyerahan berarti ada di keadaan yang sudah tidak ada jalan keluar, menyerah, putus asa, sehingga berserah saja. “Berserah” di sini artinya pasrah tidak dapat atau mau lagi melakukan apa-apa. Mereka yang memahami berserah dengan pemaknaan ini, biasanya sudah berada di jalan buntu dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Mereka akan menerima apa pun hasil dari suatu hal. Berserah di sini sama dengan menyerah atau pasrah. Penyerahan diri untuk orang percaya yang dewasa adalah ketika seseorang benar-benar mau memercayai apa pun yang Allah kehendaki, dan bersedia melakukannya tanpa menuntut apa pun. Dalam hal ini, hendaknya kita tidak langsung mengaitkannya dengan melayani Tuhan sepenuh waktu dengan menjadi pendeta. Sebab orang yang menyerahkan diri melayani Tuhan, belum tentu tidak menuntut apa pun. Tidak sedikit orang yang sekolah teologi dan menjadi pendeta demi masa depan. Profesi pendeta dipandang lebih mudah mendatangkan keuntungan secara materi dan kehormatan tanpa modal yang signifikan. Penyerahan diri seseorang untuk melayani Tuhan sepenuh waktu dapat memiliki seribu satu motif dalam rangka mencari sesuatu dari Tuhan.
Oleh karenanya, penyerahan diri selalu berkaitan dengan mengubah arah hidup menjadi rohaniwan. Penyerahan diri yang benar kepada Tuhan mengorbankan lebih banyak hal ketimbang meninggalkan profesi sekuler. Penyerahan diri yang dewasa sejatinya adalah kesediaan kita untuk mengerti kehendak Allah dan melakukannya tanpa menuntut apa pun. Pada renungan yang lalu, telah kita pelajari ketika seseorang benar-benar hanya berharap Tuhan dan Kerajaan-Nya, di situlah ia menunjukkan penyerahan diri yang benar. Kalau seseorang masih mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, dia belum berserah. Orang yang benar-benar berserah fokusnya hanya Kerajaan Surga. Ia tidak memberi ruangan sekecil apa pun bagi dunia dan segala kesenangannya. Tuhan menghendaki penyerahan kita sampai kepada titik ini, bukan seperti yang dipahami orang pada umumnya. Jangan sampai kita berserah hanya karena sudah menyerah dengan keadaan, atau pun karena kita memiliki permasalahan besar yang ingin ditolong. Akhirnya, kita menggunakan Tuhan untuk menggapai kebahagiaan layaknya anak-anak dunia karena hidup kita telah ditolong dan nyaman.
Orang yang berserah adalah orang yang benar-benar arahnya bertolak belakang dari anak-anak dunia atau manusia pada umumnya yang hidup dalam kewajaran. Orang yang berserah adalah orang yang tidak wajar hidup, karena fokusnya hanya Kerajaan Surga dan Tuhan menjadi kebahagiaannya. Apa pun yang Tuhan kehendaki untuk dilakukan, dia pasti bersedia melakukannya. Singkatnya, orang yang menyerah kepada Tuhan adalah orang yang tidak memiliki kepentingan untuk dirinya sendiri. Jika seseorang masih memiliki kepentingan untuk dirinya, dia belum berserah. Satu-satunya cara untuk memiliki penyerahan diri yang dewasa ini ialah mengubah arah hidup atau pandangan kita secara radikal. Tidak boleh setengah-setengah. Kita harus menempatkan Tuhan dan Kerajaan-Nya sebagai satu-satunya tujuan dan kebahagiaan, atau tidak sama sekali. Hanya melalui perubahan cara berpikir yang radikal ini, seseorang dapat memiliki penyerahan diri yang dewasa sehingga dapat meneladani jejak Tuhan.