Hal terpenting yang ketiga yang merupakan jejak Tuhan bagi anak adalah pengabdian orangtua kepada Tuhan. “Pengabdian orangtua kepada Tuhan” di sini hendaknya tidak dipandang secara sempit sebagai pelayanan yang orangtua lakukan di gereja sebagai aktivis atau pendeta. Pengabdian kepada Tuhan harus dilihat dengan luas sebagai penyerahan segenap hidup tanpa batas kepada kepentingan Tuhan dan Kerajaan-Nya. Penyerahan hidup tanpa batas ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan orang percaya, mulai dari aktivitas sehari-hari yang sederhana, pekerjaan, berkeluarga, maupun hal lainnya. Segala yang dilakukan orang percaya dalam pengabdian kepada Tuhan, diarahkan bagi kepentingan-Nya semata. Tidak ada agenda pribadi yang menjadi motivasi utama dalam menjalankan seluruh keseharian, semuanya hanya untuk Tuhan.
Ketika anak melihat orangtua meletakkan kepentingan Tuhan di atas kepentingannya sendiri, ini akan menjadi jejak Tuhan yang diwariskan bagi anak. Dengan menghidupi hal ini, bukan berarti kita abai terhadap kebutuhan anak-anak. Anak-anak tetap bisa mendapatkan pembiayaan hidup, biaya sekolah, jalan-jalan, dan berbagai fasilitas secara proporsional, tetapi hidup orangtua harus diabdikan sepenuhnya kepada Tuhan. Pengabdian orangtua kepada Tuhan inilah yang membuat mereka melihat dan mengikuti jejak orangtua. Kehidupan rohani yang baik dari orangtua yang disaksikan dan dirasakan oleh anak-anak merupakan konsumsi jiwa yang mereka terima setiap hari yang menjadi dasar kehidupan mereka kemudian hari. Itu adalah nutrisi yang sangat berarti bagi kehidupan kekal mereka. Sebaliknya kalau kehidupan orangtua tidak sesuai dengan Firman Tuhan, maka akan meracuni anak-anak dan membinasakan mereka.
Sebagai orangtua, kita memang bukan orang yang sempurna, tetapi orangtua yang mengasihi Tuhan pasti akan meninggalkan jejak hidup yang baik bagi anak-anaknya. Sedangkan orangtua yang hanya memuaskan anak-anak dengan berbagai fasilitas tapi tidak menyisihkan untuk Tuhan, mereka telah memberi contoh yang buruk. Sebab dari pengabdian itulah mereka melihat jejak Tuhan di dalam hidup orangtua. Waktu kita sebagai orangtua memperhatikan orang lemah, disakiti namun tidak membalas menyakiti, difitnah, dan diperlakukan tidak adil namun tidak melawan, itu semua merupakan jejak Tuhan yang akan membentuk anak-anak kita. Jangan berpikir anak dapat berubah baik seiring dengan perjalanan waktu. Di dunia yang semakin jahat ini, pengaruh gadget atau gawai yang begitu kuat telah membangun paradigma berpikir yang sesat. Anak-anak tidak akan menjadi baik dengan sendirinya seiring dengan perjalanan waktu. Orangtua harus dengan sadar dan sengaja mengarahkan anak untuk menjadi baik dan berkenan.
Orangtua bertanggung jawab orangtua untuk menjadi surat terbuka yang menampilkan jejak Tuhan itu mutlak. Kita tidak dapat menggantikan tanggung jawab untuk menjadi surat terbuka yang memberi contoh mengabdi pada Tuhan tanpa batas untuk anak dengan doa semata. Perlu diingat bahwa doa adalah dialog, bukan sekadar permintaan. Jadi jangan berpikir dengan mendoakan anak-anak, mereka pasti akan mengerti arti mengabdi kepada Tuhan dengan sendirinya. Kalau orangtua merasa dengan doa saja—tanpa tanggung jawab memberi teladan—sudah menjadi surat terbuka untuk anak-anak, pasti anak kita terhilang. Oleh sebab itu pula, jangan juga berpikir bahwa gerejalah yang bertanggung jawab. Gereja memang mempunyai tanggung jawab untuk menuntun, membimbing umat ke dalam kebenaran Tuhan. Orang-orang tua harus dibimbing oleh kebenaran Firman Tuhan di dalam gereja, sehingga dapat sungguh-sungguh mengenal kebenaran dan hidupnya diubah, hal mana akan berdampak bagi anak-anak mereka.
Orangtua yang hidupnya diubah oleh kebenaran akan memberikan jejak hidup tidak wajar. Jejak hidup tidak wajar di sini menunjuk pada gaya hidup yang tidak memandang dunia sebagai kesenangannya sebagai kemutlakan. Bagi orangtua yang hidup tidak wajar, tidak ada kebahagiaan lain selain menyenangkan hati Tuhan. Kalau ia mampu memperoleh jumlah materi yang cukup, kehormatan, gelar akademik, dan fasilitas lainnya, semua hal tersebut dipandang sebagai pendukung bagi pengabdian kepada Allah. Orang tua harus hidup tidak wajar di mata dunia, tetapi wajar di mata Allah dengan menampilkan kehidupan sebagai anak-anak Allah yang bergantung kepada-Nya. Dengan ini, bukan berarti kita menjadi orangtua yang aneh dibanding orangtua lainnya. Tidak wajar di mata dunia berarti tidak mengikuti pola hidup dunia yang menempatkan kebahagiaan dan rasa aman dari hal jasmaniah. Tuhan menjadi satu-satunya kebahagiaan dan sumber rasa aman. Hal ini sangat tidak wajar di mata dunia, tetapi wajar di mata Allah. Pengabdian kepada Tuhan harus dimulai dari hal ini. Orangtua yang mempertunjukkan gaya hidup bergantung kepada Tuhan dan menempatkan-Nya sebagai satu-satunya kepentingan, dapat meninggalkan jejak mengabdi kepada Tuhan.